Depok kota Intoleran, Gubernur Ridwan Kamil: Saya tidak melihat itu...!

Kalau teman-teman masuk Depok, bagaimana dalam 20 tahun berjalan, Depok mengalami satu proses penyeragaman yang serius atas nama agama dan moralitas

Depok kota Intoleran, Gubernur Ridwan Kamil: Saya tidak melihat itu...!
Foto: Instagram @ataliapr/Putri Ridwan Kamil Lolos SNMPTN 2022, Masuk Arsitektur ITB

DEPOK, SUARAUMAT.com - Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil
tidak sependapat dengan hasil survei Setara Institute yang menyebut Kota Depok di Jawa Barat sebagai kota paling intoleran.

Menurut pria yang akrab disapa Kang Emil ini, masyarakat Depok adalah masyarakat yang baik dan toleran.

"Mungkin metode surveinya perlu diklarifikasi dan saya doakan tentunya di mana pun, khususnya di Jawa Barat, realitanya di lapangan adalah masyarakat yang sangat toleran," ujar Emil, Jumat (8/4/2022). 

Lihat juga: Kebaktian jemaat HKBP ditolak warga Muslim, hentikan atau kami bertindak

Emil mengatakan, kesimpulan yang diambil Setara Institute yang menyatakan bahwa Depok merupakan kota paling intoleran merupakan kesimpulan yang prematur. 

Di sisi lain, Emil meminta agar masyarakat Jawa Barat bisa menjaga persaudaraan di tengah ragam latar belakang agama dan kebudayaan. 

"Saya berharap semua warga (Jabar) bisa saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Jangan karena keragaman dan perbedaan kita sampai terpecah belah," pungkasnya.

Depok kota intoleran 

Baru-baru ini, Setara Institute merilis Indeks Kota Toleran (IKT) 2021 dengan menilai tingkat toleransi beberapa kota di Indonesia. Dalam studinya, Setara Institute menggunakan empat variabel dan delapan indikator untuk menilai tingkat toleransi 94 kota di Indonesia.

Keempat variabel tersebut adalah: Regulasi Pemerintah Kota: Rencana pembangunan dalam bentuk RPJMD dan produk hukum pendukung lainnya; dan kebijakan diskriminatif. Tindakan Pemerintah: Pernyataan pejabat kunci tentang peristiwa intoleransi; dan tindakan nyata terkait peristiwa. Regulasi Sosial: Peristiwa intoleransi; dan dinamika masyarakat sipil terkait peristiwa intoleransi. Demografi Agama: Heterogenitas keagamaan penduduk; dan inklusi sosial keagamaan. Kota Depok menjadi kota paling tidak toleran dengan skor paling rendah, yakni 3,577.

Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani mengatakan, setidaknya ada dua alasan mengapa Depok disebut sebagai kota paling intoleran.

Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani menyatakan, setidaknya ada dua alasan mengapa Depok disebut sebagai kota paling intoleran.

"Harus saya akui, problem utama di Depok dua hal yang sebenarnya bobotnya tinggi. Pertama, adanya produk hukum yang diskriminatif, yang mana eksisting dan efektif dijalankan pemerintah," kata Ismail kepada wartawan di Hotel Ashley, Rabu (30/3/2022). 

Produk hukum ini memiliki bobot nilai 10 persen dari delapan indikator indeks kota toleran versi Setara Institute

Di samping produk hukum, kepemimpinan politik di Depok dianggap tidak mempromosikan toleransi. Padahal, kebijakan diskriminatif dan peristiwa intoleransi sama-sama memiliki bobot 20 persen dalam penilaian. 

"Jadi bisa dibayangkan, atas dasar perintah wali kota, tidak ada angin dan tidak ada hujan, tiba-tiba sebuah masjid disegel," lanjut Ismail. 

"Ini kan problem. Jadi, bukan hanya di level aturan yang itu bobotnya 20 persen, tapi juga tindakan politik wali kota yang tidak toleran," imbuh dia.

Pada Oktober 2021, Wali Kota Depok Mohammad Idris ramai dikritik karena mendadak menyegel ulang Masjid Al-Hidayah milik kelompok Ahmadiyah di Sawangan. 

Penyegelan tersebut disertai intimidasi, ancaman, serta ujaran-ujaran kebencian dari sekelompok massa yang datang bersama Satpol PP Kota Depok. 

"Lawan dari pemimpin yang toleran adalah pemimpin yang intoleran, dan itu terjadi di Depok. Kita bisa melihat bagaimana tidak terbukanya kepala daerah Depok terhadap kemajemukan," jelas Ismail. 

Ismail menambahkan, dari empat variabel yang ada, elemen masyarakat sipil di Depok menorehkan skor cukup baik, tetapi tak cukup untuk menambal skor buruk dalam hal produk hukum daerah dan kepemimpinan politik. 

Akibatnya, Depok dinilai amat terdominasi oleh salah satu agama dalam berbagai ruang-ruang publik, termasuk hingga sektor properti. 

"Kalau teman-teman masuk ke Depok, bagaimana dalam 20 tahun berjalan, Depok mengalami satu proses penyeragaman yang serius atas nama agama dan moralitas," ujar Ismail. (Red)

COMMENTS

BEST MONTH