Fenomena Impor, Bukti Teknologi Ilmu Pengetahuan Kita Masih Terbelakang, Sampai Kapan Indonesia Bisa Mandiri?

Indonesia masuk dalam kategori Negara pengguna produk-produk luar negeri salah satu terbesar di dunia. Apa sebenarnya yang menyebabkan hal tersebut...

Fenomena Impor, Bukti Teknologi Ilmu Pengetahuan Kita Masih Terbelakang, Sampai Kapan Indonesia Bisa Mandiri
Ilustrasi kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang memerdekakan sebuah bangsa dari ketergantungan impor. [Foto: Freepik]

Penulis: Konrad

SUARAUMAT.com - Indonesia masuk dalam kategori Negara pengguna produk-produk luar negeri salah satu terbesar di dunia. Apa sebenarnya yang menyebabkan hal tersebut terjadi saat ini, di tengah negara-negara lain berlomba-lomba menghasilkan karya yang bisa dinikmati masyarakat internasional. 

Penulis dan pemerhati sejarah, Dr Merphin Panjaitan, M.Si., kepada media menjelaskan fenomena yang rasanya tidak selesai dalam waktu dekat, yaitu gemar mengimpor barang-barang untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. 

Menurutnya keadaan Indonesia saat ini dengan banjirnya produk-produk impor tidak lepas dari keterbelakangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang secara tidak langsung mendorong sifat manja dan malas.

"Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, yang kita kuasai dan kita gunakan sekarang ini sangat terbelakang. Dan akibatnya, barang dan jasa yang kita hasilkan kualitasnya rendah," ujarnya.

Jenis barang dan jasa yang dihasilkan juga kurang, peralatan kerja yang digunakan sekarang kebanyakan barang impor; dan akibatnya ketergantungan kepada bangsa-bangsa lain sangat tinggi. 

"Kita menghasilkan barang dan jasa dengan kualitas sekedarnya, dan kalaupun laku dijual harganya juga sekedarnya, dan kita menggunakan uang yang sekedarnya itu untuk membeli barang dan jasa produksi bangsa lain, yang harganya lebih tinggi," beber Merphin Panjaitan dalam keterangan tertulisnya yang diterima Suaraumat.com, Jumat, (10/06/2022).

Menurut dia, rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni juga mengakibatkan kurangnya penyerapan tenaga kerja.

"Lapangan kerja kita sempit, kesempatan kerja yang tersedia lebih sedikit dari tenaga kerja yang ada. Akibatnya, pengangguran kita banyak, setengah pengangguran lebih banyak lagi. Banyak tenaga kerja kita pergi ke Malaysia dan negara-negara lain sebagai pekerja kasar, karena tidak memperoleh kerja di dalam negeri," ucapnya.

Akibat lain, orang miskin di Indonesia tetap banyak, hidup dengan kemiskinan yang menyakitkan. Dan semua ini terjadi dalam perekonomian nasional yang timpang. Terjadi kemiskinan struktural, yang disertai ketidakadilan secara sosial. 

"Lengkaplah penderitaan kita sebagai suatu bangsa merdeka yang memiliki negara berdaulat, yaitu Republik Indonesia ini. Ternyata, penderitaan kita lebih sempurna lagi, karena keinginan dan usaha kita meningkatkan penguasaan ilmu, teknologi dan seni juga sangat rendah," bebernya.

Dengan demikian menurut Merphin Panjaitan, bangsa Indonesia, merangkai sendiri perangkap keterbelakangan yang digunakan mengurung diri sendiri. 

"Saya pikir, dalam hal ini, kita sulit mencari bangsa-bangsa lain, yang terlalu konyol dan manja dan ke-kanak-kanakan, seperti kita sekarang ini. Kita menciptakan perangkap keterbelakangan, yang membuat kita menderita berkepanjangan," pungkasnya.

Editor: Kun

COMMENTS

BEST MONTH