Polisi telah menetapkan empat tersangka dalam dugaan penyelewengan dana sumbangan atau donasi yang dilakukan oleh organisasi filantropi Aksi Cepat
![]() |
Ahyudin mantan presiden ACT. (Foto: Ist) |
JAKARTA, SUARAUMAT.com - Polisi telah menetapkan empat tersangka dalam dugaan penyelewengan dana sumbangan atau donasi yang dilakukan oleh organisasi filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Mereka adalah pendiri dan mantan presiden ACT Ahyudin, serta presiden ACT saat ini, yakni Ibnu Khajar.
Dua lainnya adalah Hariyana Hermain yang pernah menjadi pembina Yayasan ACT pada tahun 2019 dan kini menjadi penasihat ACT, dan Novariadi Imam Akbari sebagai mantan sekretaris yang saat ini menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina ACT.
Polisi menduga keempat tersangka menyalahgunakan dana sumbangan untuk berbagai keperluan, termasuk membayar pejabat ACT dalam jumlah yang fantastis.
Berikut fakta terkait dugaan penyelewengan dana donasi ACT menurut polisi. Gaji Fantastis salah satu dugaan penyelewengan oleh pejabat ACT adalah terkait dana sosial Boeing untuk korban jatuhnya Lion Air JT-610 pada 2018.
Gaji fantastis
Dana tersebut diduga disalahgunakan untuk berbagai hal, salah satunya untuk membiayai pengelolaan ACT seperti gaji para pengurusnya. Nilainya fantastis, mulai dari Rp 50 juta, sampai yang tertinggi Rp 450 juta per bulan.
“Gaji sekitar Rp 50 juta-Rp 450 juta per bulannya,” kata Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Wadirtipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Kombes Helfi Assegaf dalam konferensi pers di Mabes Polri, Senin (25/7/2022), seperti yang ditulis Kompas.com.
Menurut Helfi, setiap bulan Ahyudin menerima gaji sekitar Rp 450 juta, Ibnu Khajar sekitar Rp 150 juta, serta Hariayana dan Novariadi antara Rp 50 juta sampai Rp 100 juta.
Helfi mengatakan dana tersebut seharusnya tidak boleh digunakan untuk menggaji pengurus yayasan. Sebab Boeing Community Investment Fund (BCIF) atau Dana Investasi Komunitas Boeing ditujukan untuk program, proyek, dan komunitas sosial.
"Dan tidak diperuntukkan kepentingan individu atau diperuntukkan individu. Itu tidak dibenarkan," ujar Helfi.
Lebih lanjut Helfi menjelaskan, pihak Boeing sedianya juga sudah menerapkan protokol ini ketika ACT menerima dana yang diperuntukkan bagi para ahli waris korban pesawat Lion Air JT-610.
"Boeing menguasakan kepada BCIF, ada administrator di sana. Mereka sekaligus sebagai pengawas untuk penggunaan dana tersebut sesuai dengan protokol yang disepakati oleh pihak Boeing dengan pihak ACT," ucapnya menjelaskan.
Pengadaan transportasi hingga pesantren
Menurut kepolisian, dana yang diduga diselewengkan ACT nilainya mencapai Rp 34 miliar dari total Rp 103 miliar yang diterima dari Boeing.
"Digunakan untuk program yang telah dibuat oleh ACT kurang lebih Rp 103 miliar dan sisanya Rp 34 miliar digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya," terang Helfi.
Selain masuk ke kantong para petinggi, dana itu diselewengkan untuk berbagai macam hal, misalnya, pengadaan armada rice truck Rp 2 miliar dan program big food bus Rp 2,8 miliar.
Lalu, untuk pembangunan Pesantren Peradaban Tasikmalaya Rp 8,7 miliar, dan operasional Koperasi Syariah 212 Rp 10 miliar. Kemudian, untuk dana talangan CV CUN Rp 3 miliar, serta dana talangan PT MBGS Rp 7,8 miliar.
"Sehingga total semuanya Rp 34.573.069.200," ungkap Helfi.
Peran para tersangka
Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menerangkan, Ahyudin bersama ketiga tersangka lainnya memperoleh gaji serta fasilitas lain bersama dengan pendiri yayasan, pembina pengawas, dan pengurus dari Yayasan ACT. Ahyudin dan Ibnu juga disebut duduk dalam direksi dan komisaris di badan hukum yang terafiliasi dengan Yayasan ACT.
Tahun 2015, Ahyudin dan Ibnu Khajar pernah membuat surat keputusan bersama (SKB) pembina dan pengawas Yayasan ACT perihal pemotongan donasi sebesar 20-30 persen.
“Bahwa hasil usaha dari badan hukum yang didirikan oleh yayasan tak harusnya juga digunakan untuk tujuan berdirinya yayasan, akan tetapi dalam hal ini A (Ahyudin) menggunakannya untuk kepentingan pribadi,” ujar dia dalam konferensi pers di Mabes Polri, Senin (25/7/2022).
Selain itu, Ahyudin disebut menggunakan berbagai dana donasi yang terkumpul, termasuk dari dana Boeing, tidak sesuai dengan peruntukkannya.
Kemudian, tersangka Ibnu Khajar disebut telah membuat perjanjian kerja sama dengan vendor yang mengerjakan proyeksi CSR atau Boeing Community Investment Fund (BCIF) terkait dana kemanusiaan kepada ahli waris korban Lion Air JT-610.
Saat Ahyudin menjadi Ketua Pembina ACT, tersangka Hariyana dan Novariadi yang memutuskan untuk memotong dana sumbangan sebesar 20-30 persen untuk membayar gaji karyawan.
“Sedangkan ketentuan pengurus pembina dan pengawas tidak boleh menerima gaji tidak boleh menerima upah maupun honorarium,” kata Ramadhan.
Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, keempat pengurus ACT itu belum ditahan. Polisi akan menetapkan status penahanan setelah keempat tersangka kembali diperiksa pada Jumat (29/7/2022).
Pengakuan presiden ACT
![]() |
Presiden ACT saat ini Ibnu Khajar, menggenggam tropi penghargaan dari Top Digital Awards 2020. (Foto: ACTNews/Gina Mardani) |
Saat kasus ini pertama kali terungkap ke publik, Presiden ACT saat ini, Ibnu Khajar, membenarkan bahwa pejabat ACT digaji ratusan juta rupiah dan difasilitasi mobil mewah. Namun, fasilitas fantastis itu akhirnya berkurang karena donasi yang masuk ke ACT berkurang.
"Jadi kalau pertanyaan apa sempat berlaku (gaji fantastis), kami sempat memberlakukan di Januari 2021, tapi tidak berlaku permanen," kata Ibnu dalam konferensi pers di kantor pusat ACT, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (4/7/2022).
Karena kondisi keuangan yang memburuk, pada September 2021, ACT memutuskan untuk mengurangi gaji seluruh karyawan. Ibnu juga mengaku menerima gaji tidak lebih dari Rp 100 juta per bulan.
Saat itu, Ibnu mengeklaim, sejak Ahyudin mundur dari ACT, pimpinan yayasan telah melakukan evaluasi dan perombakan organisasi secara masif.
"Sejak 11 Januari 2022, tercipta kesadaran kolektif untuk memperbaiki kondisi lembaga. Dengan masukan dari seluruh cabang, kami melakukan evaluasi secara mendasar," kata Ibnu.
(sum/kp)
COMMENTS